Rabu, 17 Maret 2010

Agungnya Ibadah Haji (3 )

JENIS-JENIS MANASIK HAJI
Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu:
1. Ifrad

Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya berihram untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh,maka seorang yang memilih jenis manasik ini harus berniat untuk haji saja, kemudian pergi ke Makkah dan ber-thawaf qudum, apabila telah ber-thawaf maka dia tetap berpakaian ihram dan dalam keadaan muhrim sampai hari nahar (tanggal 10 Dzul hijah dan tidak dibebani hadyu (sembelihan),serta tidak ber-Sa’i kecuali sekali dan umrohnya dapat dilakukan pada perjalanan yang lainnya.
Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:
a. Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap di Makkah sampai haji.
b. Berumroh sebelum bulan-bulan haji, kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.


2. Tamattu’
Tamatu’ adalah berihram untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihram untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena itu setelah thawaf dan sa’i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzul Hijjah berihram untuk haji.
3. Qiran
Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelhan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dan qiran ini memiliki tiga bentuk:
a. Berihram untuk haji dan umrah bersamaan, dengan menyatakan “لبيك عمرةً وحجًا ” dengan dalil bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam didatangi Jibril –alaihissalaam- dan berkata:
صل في هذا الوادى المبارك و قل عمرة فى حجة
“Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan “‘Umrah fi hajjatin” (H.R Bukhari)
b. Berihram untuk umrah saja pertama kali kemudian memasukkan haji atasnya sebelum memulai thawaf. Dengan dalil hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah ketika beliau berihram untuk umrah kemudian haidh di Saraf. Lalu Rasulullah memerintahkan beliau untuk berihlal (ihram) untuk haji dan perintah tersebut bukan merupakan pembatalan umrah dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits tersebut:
سعيك طوافك لحجك وعمرتك
“Cukuplah bagi kamu thawafmu untuk haji dan umrahmu” (H.R Muslim no. 2925/132)
c. Berihram untuk haji kemudian memasukkan umrah atasnya. Tentang kebolehan hal ini para ulama ada dua pendapat:
o Boleh, dengan dalil hadits ‘Aisyah:
أهل رسول الله بالحج
Shallallahu’alaihi Wasallam “Rasululloh berihlal (ihrom) dengan haji”.
dan hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhu:
صل في هذا الوادى المبارك و قُلْ عمرة فى حجة
“Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan “‘Umrah fi hajjatin” (H.R Bukhari)
دخل العمرة فى الحج إلى يوم القيامة
“telah masuk umroh kedalam haji sampa hari kiamat”.
Dalil-dalil ini menunjukkan kebolehan memasukkan umrah kedalam haji.
o Tidak boleh dan ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanbali. Berkata Syaikhul Islam: “Dan seandainya dia berihram dengan haji kemudian memasukkan umrah ke dalamnya, maka tidak boleh menurut pendapat yang rajih dan sebaliknya dengan kesepakatan para ulama”
Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang ketiga macam/jenis manasik ini dan dapat kita simpulkan menjadi tiga pendapat:
1. Tamattu’ lebih utama dan ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, ‘Aisyah, Alhasan, ‘Atha’, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qarim, Saalim, Ikrimah, Ahmad bin Hanbal, dan madzhab ahli zhahir serta merupakan pendapat yang masyhur dari madzhab hanbali dan satu daru dua pendapat Imam Syafi’i.
2. Qiran lebih utama dan ini merupakan pendapat madzhab Hanafi dan Tsaury berhujjah dengan:
Hadits Anas, beliau berkata:
سمعت رسول الله أهل بها جميعًا: لبيك عمرة و حجًا، لبيك عمرة و حجًا (متفق عليه(
“Aku mendengar Rasulullah berihlal dengan keduanya: ‘Labbaik Umrotan wa hajjan’“ (Mutafaqun Alaih)
Hadits Adh-Dhabi bin Ma’bad ketika talbiyah dengan keduanya, kemudian datang umar lalu dia menanyakannya,maka beliau berkata: “Kamu telah mendapatkan sunah Nabimu” (HR Abu Dawud no. 1798; Ibnu Majah no. 2970 ddengan sanad shahih)
Perbuatan Ali dan perkataannya kepada Utsman ketika menegurnya:
سمعت النبي يلبي بها جميعا فلم أكن أدع قول رسول الله لقولك (رواه البيهقي(
“Aku mendengar Rasulullah bertalbiyyah dengan keduanya sekalgus, maka aku tidak akan meninggallkan ucapan Rasulullah karena pendapatmu “(H.R Baihaqi)
Karena pada Qiran ada pembawaan hadyu, maka lebih utama dari yang tidak membawa.
3. Ifrad lebih utama dan ini merupakan pendapat Imam Malik dan yang terkenal dari Madzhab Syafi’i serta pendapat Umar, Utsman, Ibnu Umar, Jabir dan ‘Aisyah; dengan hujjah:
• Hadits Aisyah dan Jabir yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melakukan haji ifrad
• Karena haji tersebut sempurna tanpa membutuhkan penguat, maka yang tidak membutuhkan lebih utama dari yang membutuhkan.
• Amalan Khulafaur Rasyidin
Sedangkan yang rajih –wallahu’alam- adalah Tamattu lebih utama ( pendapat pertama ) dengan dalil:
a. Hadits Ibnu Abbas, beliau berkata: ketika Rasulullah sampai di Dzi Thuwa dan menginap disana , lalu setelah shalat subuh beliau berkata:
من شاء أن يجعلهاعمرة فلييجعلها عمرة
“Barang siapa yang ingin menjadikannya umrah maka jadikanlah dia sebagai umrah” (Mutafaqun Alaihi)
b. Hadits Aisyah:
خرجنا مع رسول الله ولا أريد إلا أنه الحج، فلما قدما مكة تطوفنا بالبيت فأمر رسول الله ما لم يكن ساق الهديي أن يحل، قالت فحل من لم يكن ساق الهدي و ناؤه لم يسقن اللهدي فاحللنا
“Kami telah berangkat bersama Rasulullah dan tidaklah kami melihat kecuali itu adalah haji, ketika kami tiba di makkah kami thawaf di ka’bah, lalu Rasulullah memerintahkan orang yang tidak membawa hadyu (senmbelihan) untuk bertahalul, berkata Aisyah: maka bertahalullah orang yang tidak membawa hadyu dan istri-istri beliatidak membawa hadyu maka mereka bertahalul ” (Mutafaqun ‘Alaih)
c. Juga terdapat riwayat Jabir dan Abu Musa bahwa Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya ketika selesai thawaf di ka’bah untuk tahalul dan menjadikannya sebagai umrah.
Maka perintah pindah dari Ifrad dan Qiran kepada Tamatu’ menujukkan bahwa Tamattu’ lebih utama. Karena, tidaklah beliau memindahkan satu hal kecuali kepada yang lebih utama.
d. Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
لو استقبلت من أمري ما استدبرت ما سقت الهدي و لجملتها عمرة
“Seandainya saya dapat mengulangi apa yang telah lalu dari amalan saya maka saya tidak akan membawa sembelihan dan menjadikannya Umrah”. (H.R Muslim, Ahmad no. 6/175)
e. Kemarahan dan kekesalan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada para sahabatnya yang masih bimbang dengan anjuran beliau agar mereka menjadikan haji mereka umrah sebagaimana hadits Aisyah:
فدخل علي و هو غضبان فقلت: من اغضبا يا رسول الله اخله الله النار؟ قال أوما شعرت أني أمرت الناس بأمر فإذا هم يترددون
“Maka masuklah Ali dan beliau dalam keadaan marah, lalu aku berkata: “Siapa yang membuatmu marah wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Apakah kamu tidak tahu, aku memerintahkan orang-orang dengan suatu perintah , lalu mereka bimbang. (ragu dalam melaksanakannya) “(H.R Muslim)
Maka jelaslah kemarahan beliau ini menunjukan satu keutamaan yang lebih dari yang lainnya – والله أعلم -
Sedangkan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hukumnya disesuaikan dengan keadaan, kalau dia membawa hadyu (sembelihan) maka qiran lebih utama, dan apabila dia telah berumrah sebelum bulan-bulan haji maka ifrad lebih utama. Beliau berkata: “ Dan yang rajih dalam hal ini adalah hukumnya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang berhaji, kalau dia bepergian dengan satu perjalanan umrah dan satu perjalanan untuk haji atau bepergian ke Makkah sebelum bulan-bulan haji dan berumrah kemudian tinggal menetap disana sampai haji, maka dalam keadaan ini ifrad lebih utama baginya, dengan kesepakatan imam yang empat. Dan apabila dia mengerjakan apa yang telah dilakukan kebanyakan orang, yaitu mengabungkan antara umrah dan haji dalam satu kali perjalanan dan masuk Makkah dalam bulan-bulan haji, maka dalam keadaan ini qiran lebih utama baginya kalau dia membawa hadyu, dan kalau dia tidak membawa hadyu maka, ber-tahallul dari ihram untuk umrah lebih utama”

Tidak ada komentar: