Minggu, 28 November 2010

AKHLAK SEBELUM MENUNTUT ILMU

Ketahuilah – semoga Allah memberkahi kehidupan kalian - ………………
Sungguh kalian akan mencari sebuah perkara yang paling agung, paling mulia, yang dipuji dan dimuliakan para pemiliknya, diangkat derajatnya, dan akan semakin ditinggikan disisi Allah SWT, dan dihadapan para makhluk Nya, untuk itu berhiaslah dengan akhlak yang mulia saat engkau berusaha meraihnya.
Mungkin engkau masih bingung tentang akhlak apa yang kamu berhias dengannya. Oleh karenanya, aku tunjukkan kepadamu beberapa akhlak tersebut sebagai berikut ;

a. Niatkanlah urusanmu menuntut ilmu ini dengan ikhlas karena Allah SWT. Kenapa ? karena menuntut ilmu adalah ibadah, dan engkau tahu bahwa ibadah itu hanya untuk Allah, tidak boleh ditujukan kepada yang lain seperti karena ingin mengharapkan kaya atau yang lainnya. Jika kamu berniat demikian maka segeralah luruskan niatmu kembali untuk Allah saja, jika tidak maka berarti engkau telah berbuat syirik dalam amal perbuatan yang mulia ini. Na’udzubillahi min dzalik. Diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik-radhiyallahu’anhu- berkata : “ Aku mendengar rasulullah SAW bersabda ;
من طلب العلم ليجاري به العلماء أو ليماري به السفهاء أو ليصرف به وجوه الناس اليه أدخاه الله النار ( رواه الترمذي )
Artinya : “ barang siapa yang menuntut ilmu untuk menandingi Ulama, meremehkan ulama dengan tidak mendengarkan penjelasannya, atau untuk membodohi orang yang belum tahu, atau agar manusia kagum terhadap dirinya, maka Allah akan memasukkannya kedalam neraka. “ ( HR. At Tirmidzi )

b. Berhiaslah dengan amal perbuatan yang baik, akhlak yang mulia.
Imam Al Khatib Al Bagdadi berpesan : “ Seorang murid itu adalah orang yang paling sempurna dalam beradab, paling patuh dengan apa yang disampaikan guru, paling semangat untuk melakukan ibadah dan beragama, selalu mendengarkan khabar penjelasan gurunya, dan memenuhi kehidupan sehariharinya dengan akhlak yang baik lagi mulia “ ( Al jami li akhlaqirrawai I/ 78 )

c. Memberikan ilmunya kepada orang yang membutuhkan. Hendaklah seorang murid itu tolong menolong dalam memahami pelajaran yang dihadapinya. Jika melihat saudaranya belum paham, maka yang paham wajib hukumnya memberikan dan membantu agar temannya paham dengan pelajaran tersebut.
d. Mengamalkan apa yang telah dipelajari.
Amr bin Qais berkata : “ Bila telah sampai kepadamu sedikit berupa kebaikan, maka berbuatlah kebaikan itu, sekalipun hanya sekali, sebab engkau akan menjadi pemilik ilmu itu “

e. Menghormati gurumu dan memuliakannya.
Nabi SAW bersabda :” Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua darinya, dan tidak menyayangi orang yang lebih kecil darinya “ (HR. Ahmad )

ADAB SAAT PEMBELAJARAN
a. Memilih tempat duduk yang dekat dengan guru, agar dapat menerima pelajaran dengan jelas dan tidak ada kesalahpahaman dengan konsep atau rumus yang diberikan oleh Guru.
b. Tidak menyibukkan diri disaat pelajaran dengan sesuatu yang melalaikan konsentrasi belajar baik dikelas ataupun diluar kelas.
c. Tidak mengganggu teman yang sedang belajar dengan membuat gaduh ataupun usil kepada mereka.
d. Jika datang terlambat padahal pelajaran sudah dimulai, hendaklah meminta ijin masuk terlebih dahulu dengan mengucapkan salam lebih dulu.
e. Tidak keluar kelas selama belum diijinkan oleh gurunya,
f. Senang menunggu dan rindu akan kedatangan gurunya selama belum datang.
g. Menghindari sikap duduk yang tidak sopan didepan guru, baik dengan cara memanjangkan kedua kakinya ( slonjor ), atau meletakkan kedua tangannya dipunggungnya, atau bersuara keras melebihi suara gurunya.
Abdullah Bin Abbas berkata ; “ Pintu ilmu itu ada lima ; mendengarkan, memahami, menghafalkan, mengamalkan, dan bersabar dalam menyebarkannya “. ( Hilyah tholibil ‘ilmi ).


PENGHALANG-PENGHALANG DALAM BELAJAR
a. Niat yang tidak ikhlas, menuntut ilmu bukan untuk tujuan ibadah tetapi karena terpaksa atau ingin menyaingi temannya.
b. Tidak mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, bisa disebabkan malas atau yang lainnya.
c. Menunda-nunda belajar dan mengamalkan.
d. Tidak mau mengulang kembali pelajaran yang telah lewat.
e. Berangan-angan bahwa yang lalu itu sangat gampang, tidak perlu belajar lagi.
f. Dan lain-lain.

REFERENSI :
• ‘Awaiquththalab, Abdussalam Barjas 1993.
• Hilyah Thalibil ilmi, Bakr Abu Zaid, 2002.
• Nailul Arab min adabiththalabil ilmi, Ahmad bin Abdul Aziz Al Hamdan,1999.
• Ta’limul Muta’alim, Imam Az Zarnuji, 2000.
• Dan lain-lain.

Senin, 25 Oktober 2010

INDAHNYA NASIHAT DALAM DAKWAH

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi telah membawa dampak berarti pada perubahan sendi-sendi etika umat Islam. Era globalisasi memiliki potensi untuk merubah seluruh sistem kehidupan masyarakat baik dibidang politik, ekonomi, ssosial budaya, bahkan dibidang pertahanan dan keamanan.
Disamping itu, tingkat kemiskinan dan kesengsaran umat islam semakin meningkat, yang berakses bagi timbulnya berbagai problem social dan keagamaan. Berbagai penyakit masyarakat seperti pencurian, perampokan, penodongan, perzinaan, korupsi dan pelanggaran HAM dan sejenisnya merupakan problem besar yang melanda dan mendasar Ummat Islam saat ini. Ekses yang sangat mendasar dari problema tersebut adalah timbulnya pendangkalan iman, sebagaimana yang disinyalir dalam sebuah hadits : ‘ Hampir-hampir kefakiran itu menjadikan kekufuran “
Dalam menghadapi serbuan bermacam-macam nilai, keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji-janji kenikmatan duniawi, dakwah dan metodologi yang tepat diharapkan bisa menjadi suluh dengan fungsi mengimbangi dan menununjukkan arah kebenaran dalam kehidupan umat.
Dakwah kedepan menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk kepada metode dakawah rasulullah SAW. Para ulama telah merumuskan konsep dan metode dakwah untuk berbagai lapisan medan dakwah ( mad’u ilaih ) yang tingkat pemahaman keagamaannya bertingkat-tingkat, sehingga materi dakwah sesuai dengan objeknya. ( Saefullah, 2006 : 1 )
Salah satu metode dakwah yang digariskan oleh syariat ( Al Quran dan As Sunnah ) adalah dakwah bil mauidhatil hasanah. Dalam tulisan ini, penyusun berusaha menghadirkan bahasan tentang metode dakwah bil mauidhatil hasanah ini sebatas kemampuan ilmu yang dimiliki oleh penyusun. Besar harapan gagasan yang dilontarkan melalui tulisan ini untuk didiskusikan dalam perkuliahan metodologi dakwah kali ini.

DEFINISI AL MAU’IDHATIL HASANAH
Al Mauidhotul hasanah atau lebih akrab kita mengenalnya dengan kata Nasehat, berasal dari kata ( نصح ) berarti ( خلص ) murni, dan bersih dari kotoran, dan juga berarti ) خاط ) menjahit. Al Mau’idhatul Hasanah adalah pelajaran yang baik. Sedangkan nasehat adalah salah satu dari Al Mau’idhatul Hasanah yang bertujuan mengingatkan segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat.
Sebagaimana dikutip oleh Munzier Suparta , Imam Al Asfahani mengatakan bahwa Al Mau’idhah merupakan tindakan mengingatkan seseorang dengan baik dan lembut agar dapat melunakkan hatinya lalu tertarik dengan ajakannya.
Abdul Muhsin Al Abbad berkata :
والنصيحة كلمةٌ جامعةٌ تتضمَّن قيام الناصح للمنصوح له بوجوه الخير إرادةً وفعلاً
Nasehat adalah kata yang meliputi pendirian orang yang menasehati kepada mad’u dari sisi kebaikan baik secara kehendak maupun perbuatannya.

Sementara itu Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan bahwa nasehat adalah mencurahkan perhatian kepada orang lain untuk tertarik kepada kebaikan, mendorong untuk melakukannya, menjelaskannya dan berusaha agar orang tersebut mencintai kebaikan yang ditawarkan.
Secara terminologi, Nasihat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Pengertian nasihat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah memberikan petunjuk jalan yang benar. Juga berarti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakkan hati. Nasehat harus berkesan dalam jiwa atau mengikat jiwa dengan keimanan dan petunjuk.
Pendapat para ahli diatas, menunjukkan makna bahwa motivasi seseorang melakukan mau’idhotul hasanah adalah agar orang yang diberi nasehat tertarik dengan apa yang akan diberikan, dimana hal itu dilakukan dengan mencurahkan perhatian secara penuh, dengan harapan al manshuh ilaih ( orang yang dinasehati ) menjadi lunak hatinya untuk kemudian terdorong untuk melakukan kebaikan yang ditawarkan.

DALIL-DALIL PERINTAH AL MAU’IDHATIL HASANAH DALAM ALQURAN DAN HADITS

“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( QS. An Nahl : 125 )
"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan Aku memberi nasehat kepadamu. dan Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui" ( QS. Al A’raf : 62 )
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا } [النساء: 66].
“ dan kalaulah mereka melaksankan pengajaran yang diberikan kepada mereka niscaya hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka danlebih menguatkan iman mereka “ ( QS.An Nisa : 66 )
عن أبي رقية تميم بن أوسٍ الداري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الدين النصيحة، قلنا: لمن ؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولأئمّة المسلمين وعامّتهم رواه مسلم.
Dari Abu Ruqoyyah Tamiim bin Aus Ad-Daari rodhiyallohu’anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Agama itu adalah nasihat”. Kami (sahabat) bertanya: ”Untuk siapa?” Beliau bersabda: ”Untuk Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya, pemimpin-pemimpin umat islam, dan untuk seluruh muslimin.” (HR.Muslim)
عن جرير بن عبد الله رضي الله عنه قال: بايعت رسول الله صلى الله عليه وسلم على إقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، والنصح لكل مسلمٍ. متفقٌ عليه
“Dari Jarir bin Abdullah rodhiyallahu ‘anhu berkata ; “ Aku melakukan baiat ( janji setia ) kepada rasulullah untuk mendirikan shalat, mebayar zakat dan member nasehat kepada setiap muslim ( Mutafaqun ‘alaihi )”

RUANG LINGKUP NASEHAT
Sesuai dengan hadits nabi diatas yang diriwayatkan oleh sahabat Tamim bin Aus Ad Dary, Rasulullah menjelaskan bahwa nasihat dalam dakwah Islam ini meliputi nasehat kepada Allah, kepada kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh umat Islam.
a. Nasihat kepada Allah
Menurut Syaikh Muhammad Hayyat As Sindi, nasehat kepada Allah adalah menjauhi laranganNya dan melaksanakan segala perintahNya dengan seluruh kemampuan yang dimiliki seseorang, apabila ia tidak mampu karena udzur, maka dia tetap berniat untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Sedangkan menurut penjelasan Abdul Muhsin Al Abbad tentang Nasehat kepada Allah adalah :
فالنصيحة لله تبارك وتعالى توحيدُه ووصفه بصفات الكمال والجلال جمع، وتنزيهه عمَّا يُضادُّها ويخالفها، وتجنُّب معاصيه، والقيام بطاعاته ومَحابِّه بوصف الإخلاص، والحبِّ فيه والبغض فيه، وجهاد مَن كَفَرَ به تعالى، وما ضاهى ذلك، والدعاء إلى ذلك والحثِّ عليه
“ Nasihat kepada Allah adalah mentauhidkan-Nya, dan mensifatiNya dengan sifat-sifat yang sempurna lagi agung, mensucikanNya dari apa yang bertentangan dengan hal itu, menjaukan diri dari berbuat maksiat kepadaNya, berusaha melakukan ketaatan-ketaatan kepadaNya dengan senang hati dan ikhlas, cinta kerana Allah dan benci karena Allah, memerangi orang-orang yang mengingkariNya, dan tidak rela dengan hal itu, mengajak kepada itu semua yang telah disebutkan dan menganjurkannya.
Berbeda dengan dua pendapat diatas, Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa nasehat kepada Allah mengandung dua perkara, yaitu memurnikan ibadah hanya kepadaNya, bersaksi dengan ke-Esa-anNya dalam rububiyahNya, penghambaan kepadaNya, dan Asma wa SifatNya.
Melihat penjelasan para Ulama diatas, maka maksud dakwah sebagai nasehat kepada Allah tidak ada yang lain kecuali untuk menegakkan kebenaran kalimat Allah, mengibarkan panji-panji Tauhid ditengah-tengah kehidupan manusia, sehingga mereka hidup diatas fithrah yang suci bertuhan dan menghamba hanya kepada Allah semata.
b. Nasehat kepada kitab-Nya
Adapun nasihat kepada kitabNya ialah dengan mengimani sepenuh hati bahwa Al Quran itu kalamullah, wajib mengimani apa yang terkandung didalamnya, mengamalkan, memuliakan dan membaca sebenar-benarnya, mengutamakan Al Quran dari yang lain, dan penuh perhatian untuk mengkaji dan mempelajarinya.
Sedangkan menurut Al Utsaimin nasihat kepada Allah mengandung enam perkara yaitu ;
- Membela Al quran dari penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat dan menjelaskan kebathilan penyimpangan orang yang menyeleweng.
- Membenarkan kabar Al Quran dengan sebenar-benarnya, tanpa meremehkan dan mendustakan kandungan didalamnya, dan seandainya dia mendustakan apalagi ragu-ragu terhadap satu kabar dari Al Quran berarti dia belum menjadi orang yang memberi nasehat kepada Al quran.
- Melaksanakan seluruh perintah yang ada didalamnya sekalipun hanya satu perintah, jika belum mengerjakannya maka belum dikatakan sebagi orang yang memberi nasihat kepada Al Quran.
c. Nasihat kepada rasul-Nya
Nasihat kepada Rasul-Nya yaitu dengan meyakini bahwa beliau sutama-utama makhluk dan kekasih Allah. Allah mengutusnya kepada manusia agar beliau mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang dan menjelaskan kepada mereka jalan allah yang lurus agar mereka mendapatkan kenikmatan surga dan terhindar dari api neraka dengan mencintainya, memuliakannya dan mengikutinya. Barang siapa yang taat kepada beliau, maka ia taat kepada Allah. Barangsiapa yang menentangnya maka ia telah menentang Allah dan kelak akan diberi balasan yang setimpal.
Menurut Muhammad bin Shalih Al Utsaimin , Nasihat kepada Rasul-Nya mengandung beberapa perkara yaitu ;
- Semata-mata hanya mengikuti beliau dan tidak mengikuti orang selain beliau.
- Mengimani sepenuh hati bahwa beliau adalah benar-benar Rosulullah, bukan orang yang mengada-ada tentang agama ataupun dengan mengatakan agama Islam ini adalah buatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Mengimani seluruh kabar yang datang dari beliau baik kabar tersebut telah berlalu terjadinya, maupun sedang terjadi, ataupun yang akan terjadi kelak.
- Melaksanakan perintah beliau dan menjauhi larangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Tidak meremehkan syariat ataupun sunnah-sunnah beliau SAW.
- Meyakini sepenuh hati bahwa apapun yang datang dari beliau maka hal itu seperti apa yang datang dari Allah.
- Menolong nabi dikala nabi masih hidup, adapun ketika beliau sudah wafat maka dengan menolong sunnah-sunnah beliau SAW dengan berusaha menghidupkan kembali sunnah-sunnah beliau.
d. Nasihat kepada para pemimpin.
Nasihat kepada para pemimpin ada dua jenis;
Pertama, nasihat kepada para Ulama Rabbani yaitu mereka yang mewarisi nabi SAW dalam hal ilmu, ibadah, akhlaq dan dakwah. Dan merekalah ulil amri yang sebenarnya, karena merekalah yang langsung bersinggungan dengan urusan kalangan orang awam dan pemerintah, menjelaskan agama Allah dan mengajak manusia kepadanya. Kepada para Ulama ini nasihatnya adalah mencintai mereka, membantu mereka dalam menjelaskan Al Haq, tidak melecehkan mereka.
Kedua, nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin, yaitu umara’ ( pemerintah ) yang menegakkan syariat Allah dan melayani urusan-urusan kaum muslimin. Kepada mereka ini nasihatnya adalah mempercayai bahwa mereka adalah imam mereka dalam urusan keduniaan, menyebarkan kebaikan mereka, bukan mengumbar aib mereka, mentaati aturan-aturan yang ada selama bukan bermaksiat kepada Allah.
e. Nasihat kepada seluruh ummat Islam.
Nasihat kepada seluruh ummat Islam adalah dengan menolong mereka dalam hal kebaikan, amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah, saling member nasehat, mencintai mereka dalam hal keimanan.

DAFTAR PUSTAKA
Jakfar Puteh Saefullah, Dakwah Tekstual dan Kontekstual; Peran dan Fungsinya dalam pemberdayaan Ekonomi Ummat, AK Group, Yogyakarta, 2006, hal. 1
Munzier Suparta dan Harjanie Hifnj, Metode Dakwah, Jakarta : Kencana, 2006, hal.243
Dalam Fathul Qawiy fie Syarhil Arba’in hadits ke -7
Dalam Syarh Riyadhus Shalihin bab Nasehat , jilid I / 579
Munzier S. dan harjani Hifni, Metode Dakwah, Kencana Press, Jakarta.
Abdul Muhsin Al Abbad, dalam Fathul Qawiy Syarh Arbain An Nawawiyah, hadits ke -7.
Al Utsaimin, Syarh Arbain An Nawawiyah, hal 116.
Al Utsaimin, Syarh Arbain An Nawawiyah, hal 116
Dalam Syarhul Arba’in An Nawawiyah, hal. 117
Diringkas dari buku 9 Pilar Keberhasilan Dai, DR. Said bin Wahf Al Qahthan, Solo : Pustaka Arafah,2001
Munzier S. dan Harjani Hifni, Metode Dakwah, Jakarta : Kencana Press, 2006,

Rabu, 25 Agustus 2010

PENTINGNYA AKHLAK DALAM MENUNTUT ILMU

Akhlak sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama adalah siptaan bathiniyah seseorang. Manusia itu memiliki dua bentuk ; bentuk lahir dan bentuk bathin. Bentuk lahir adalah ciptaan Allahyang berbentuk badan. Sebagaimana kita ketahui bahwa bentuk lahiriyah ini ada yang bagus dan cantik, ada pula yang buruk dan jelek, bahkan ada pula yang terdapat diantara kedua-duanya. Tetapi semua itu, tetap harus kita syukuri karena Allah telah menciptakan manusia itu dalam sebaik-baik ciptaan.
Demikian pula dengan bentuk bathin, ada yang baik, ada yang buruk dan ada pula yang diantara kedua-duanya. Bentuk bathin manusia inilah yang kemudian kita kenal dengan akhlak.
Jadi akhlak adalah bentuk bathin manusia yang menjadi watak dan sifat seseorang. Disamping sifat bawaan dari lahir, akhlak juga dapat diusahakan. Artinya , disamping seseorang itu diciptakan memiliki akhlak yang baik sejak dia dilahirkan, ia juga dapat memiliki akhlak yang baik dengan cara berlatih, pembiasaan dan mengusahakannnya untuk diterapkan dalam kesehariannya. Karena itulah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Asyaj bin Qais, “ Sungguh , pada dirimu terdapat dua akhlak yang dicintai Allah yakni sabar dan tidak tergesa-gesa.” Lalu dia ( Asyaj ) pun berkata,” Wahai Rasul !, apakah dua akhlak itu hasil usaha saya atau sifat bawaan yang dianugerahkan Allah kepadaku ?” beliau menjawab,” Keduanya merupakan sifat bawaan yang dianugerahkan Allah kepadamu”. ( HR. Muslim, dalam Kitabul Iman )
Paparan yang penulis utarakan diatas, merupakan dalil bahwa akhlak yang baik dapat berupa sifat bawaan dan dapat pula dibentuk. Hanya saja, akhlak yang berasal dari sifat bawaan tentu lebik baik dari pada akhlak hasil bentukan karena akhlak bawaan akan menjadi watak asli dan alami bagi seseorang yang tidak perlu dibiasakan dan dilatih lagi. Maka, itu merupakan karunia Allah yang hanya diberikan kepada orang yang dekehendaki Nya saja. Nah, orang yang tidak dikehendaki untuk memiliki akhlak yang baik secara bawaan dan alami dapt memperolehnya dengan cara membentuknya yaitu dengan melatih dan membiasakannya.
Lalu, ……bagaimanakah proses yang harus dilalui ?
Banyak orang beranggapan dan memahami bahwa akhlak hanyalah berhubungan dengan pergaulan antar manusia, dan tidakmengkaitkan akhlak dengan Allah Yang menciptakan manusia seluruhnya. Maka jika anda masih berpikir demikian , ini pemahaman yang keliru dan tidak benar. Akhlak yang baik dalam Islam, disamping diterapkan dalam hubungan antar makhluk, juga harus diterapkan dalam hubungannya dengan Allah sebagai Al Khaliq. Oleh karenanya sering kita dengar hablumminallah dan hablumminannas.
Lantas,….
Bagaimana akhlak yang baik kepada Allah Sang Pencipta ? Perlu diketahui oleh pembaca sekalian bahwa pendidikan yang kita arungi bersama ini bukan untuk mengejar perkara duniawi semata. Tidaklah ada artinya jika keberhasilan itu hanya dengan ukuran prestasi akademik tinggi apa lagi mencari popularitas. Wal ‘iyadzubillah.
Seorang mukmin wajib hukumnya melandasi seluruh aktifitasnya untuk mendapatkan keridhoan Allah dengan ikhlas, memurnikan orientasi amal hanya untuk akhirat. Sehingga diantara misi pendidikan nabawi adalah meluruskan manusia dari ketergelinciran akidah dan memperbaiki akhlak manusia. Dalam berakhlak kepada Allah, seseorang itu tidak boleh ragu atau bimbang dalam meyakini berita dari Allah Ta’ala karena berita yang berasal dari Allah Ta’ala bersumber dari ilmu, sedang dia adalah Zat yang paling benar ucapannya. Allah berfirman dalam Al Quran surat An Nisa tentang diriNya, yang artinya ,” dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allah ?” ( An Nisa : 87 ).
Pembenaran terhadap berita-berita dari Allah mengharuskan seseorang meyakini, membela, memperjuangkannya dan tidak meragukan sedikitpun atau membuat orang lain ragu tentang berita-berita yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhlak yang baik dalam hal ini adalah tidak boleh ragu, terasa berat, sempit dalam dadanya. Kita harus meyakini bahwa setiap hal yang diberitahukan oleh nabi SAW adalah benar adanya. Kita tidak mungkin dapat membandingkan keadaan akhirat dengan keadaan dunia karena adanya perbedaan yang sangat jauh diantara keduanya. Jika demikia halnya, maka seorang mukmin seharusnya menerima berita dari rasul SAW dengan lapang dada, ikhlas, dan berusaha memahaminya. Inilah beberapa hal yang berkaitan dengan akhlak kepada Allah dan rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika seseorang berakhlak seperti ini, dia akan mampu menolak segala syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang yang membenci ajaran Islam.