Selasa, 11 Mei 2010

THAHARAH

A. PENGERTIAN

Thaharah menurut bahasa berasal dari kata طَهَرَ – يَطْهُرُ- طَهَارَةً أَوْ طُهُوْرًا yang berarti suci, bersih dari hadats dan najis. Sedangkan menurut Isthilah Thaharah memiliki arti aktifitas yang dilakukan dalam rangka membersihkan jasmani dari kotoran najis ataupun hadats dengan cara-cara tertentu yang diatur oleh syariat Islam.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa Thaharah dalam Islam terbagi dalam dua jenis , yaitu ;
- Thaharah / bersuci dari hadats
- Thaharah / bersuci dari najis.
Bersuci dari hadats dapat dilakukan dengan mandi, berwudhu, dan tayammum. Sedangkan bersuci dari najis dapat dilakukan dengan membersihkan najis dari kotoran dengan air atau batu.
Sedangkan menurut Syaikh Abu Bakar Al Jazairi ( 2005 : 270 ) Thaharah itu digolongkan menjadi dua macam yakni thaharah lahir dan bathin. Tharah bathin ialah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertaubat secara benar dari semua dosa dan maksiat. Demikian pula membersihkan hati kita dari semua kotoran syirik, ragu-ragu dalam beriman kepada Allah, was-was, dengki, iri, riya’, sum’ah dengan ikhlas, keyakinan, cinta kebaikan, lemah lembut, benar dalah segala hal, tawadhu’. Dan menginginkan semua amal kebaikan diridhoi oleh Allah SWT dengan selalu berniat ikhlas,lurus, dan menepti tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan thaharah lahir yaitu membersihkan lahiriyah jasmani kita dari hadats dan najis. Secara makna sama dengan definisi yang penulis sampaikan. Hanya sajajenis thaharah yang akan dibahas disini adalah Thaharah Lahiriyah seperti berwudhu, tayamum, mandi besar dan membersihkan najis.
B. HUKUM THAHARAH

Thaharah hukumnya wajib bagi setiap muslim dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah ta’ala berfirman ,
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. “ ( QS. Al Maidah : 6 )

Demikian pula firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah : 222
Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Dua ayat diatas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk melakukan Thaharah setiap kali mereka melakukan aktifitas Ibadah, hal itu dikarenakan Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang selalu menjaga kesucian dan bertaubat kepadaNya.

Bahkan di dalam hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam banyak diriwayatkan hadits-hadits tentang hukum Thaharah ini, seperti dalam hadits berikut ;
مفتاح الصلاة الطهور
Artinya : “ Kunci untuk melakukan shalat adalah suci / thaharah ( bersih dari hadats dan najis ) “ ( Al Hadits )
لا تقبل صلاة بغير طهور
Artinya : “ Shalat seseorang itu tidakn akan diterima kecuali dengan bersuci ( thaharah ) “ ( HR. Muslim )
الطهور شطر الايمان
Artinya : “ Thaharah itu sebagian dari keimanan “ ( HR. Muslim )

Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin ( www.ibnothaimeen.com ) dalam kitab Fiqhul Ibadah mengatakan ;
الطهارة معناها: النظافة والنزاهة ، وهي في الشرع على نوعين : طهارة معنوية، وطهارة حسية، أما الطهارة المعنوية: فهي طهارة القلوب من الشرك والبدع في عبادة الله ، ومن الغل، والحقد، والحسد، والبغضاء ، والكراهة ، وما أشبه ذلك في معاملة عباد الله الذين لا يستحقون هذا .
أما الطهارة الحسية: فهي طهارة البدن ، وهي أيضاً نوعان: إزالة وصف يمنع من الصلاة ونحوها مما تشترط له الطهارة وإزالة الخبث.

Thaharah maknanya kebersihan dan kesucian. Sedangkan menurut syariat Thaharah ada dua jenis yakni thaharah maknawiyah dan thaharah hissiyah.
• Thaharah Maknawiyah adalah thaharah ( mensucikan ) hati dari perbuatan syirik dan bid’ah dalam beribadah kepada Allah, dengki, benci, hasad, permusuhan dan kebencian terhadap orang lain, dan yang serupa dengan perbuatan-perbuatan itu didalam bermuamalah dengan orang lain yang mereka tidak berhak untuk mendapatkan perlakuan buruk seperti itu.
• Sedangkan Thaharah Hissiyah maka dia adalah mensucikan badan, dan itu juga ada dua jenis yaitu menghilangkan satu sifat yang menghalangi seseorang dari shalat dan sejenisnya dari hal-hal yang disyaratkan untuk bersuci baginya, dan menghilangkan hadats atau kotoran."

C. BENDA-BENDA YANG BISA DIGUNAKAN UNTUK THAHARAH

Thaharah dapat dilakukan dengan alat-alat seperti ;
a. Air yang suci
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin dalam kitab Fiqhul Ibadah mengatakan :
فالأصل فيها الماء ، ولا طهارة إلا بالماء، سواء كان الماء نقياً أم متغيراً بشيء طاهر ، لأن القول الراجح أن الماء إذا تغير بشيء طاهر وهو باق على أسم الماء، أنه لا تزول طهوريته ، بل هو طهور ، طاهر في نفسه ، مطهر لغيره.

“ Asal hukum thaharah adalah dengan air, dan tidak sah thaharah kecuali dengan air sama saja apakah air itu bersih, tidak tercampur ataupun berubah karena sesuatu, air itu tetap suci. Karena pendapat yang rajah ( kuat ) dalam hal ini adalah bahwa air itu jika berubah karena sesuatu, tetap suci. Dan dia itu tetap dinamakan air, dan tidakn hilang kesuciannya bahkan air itu suci lagi mensucikan.”


b. Debu yang suci
Jika keberadaan air sulit dijangkau, atau tidak ada dan tidak mencukupi untuk bersuci maka sebagai penggantinya adalah dengan debu yang suci. Karena sesungguhnya debu itu adalah sebanding kesuciannya dengan air. Sebagaimana firman Allah SWT ;
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
Artinya : “ Bertayamumlah kamu dengan debu yang baik dengan cara usapkan ke arah mukamu dan kedua tanganmu “ ( QS. Al Maidah : 6 )

Dan dimaklumi dalam hadits nabi SAW berikut ini,
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي فَأَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْتِمَاسِهِ وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ فَقَالُوا أَلَا تَرَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسِ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ فَقَالَ حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ وَجَعَلَ يَطْعُنُنِي بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي فَلَا يَمْنَعُنِي مِنْ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى فَخِذِي فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ فَبَعَثْنَا الْبَعِيرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ فَأَصَبْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ
Artinya : Dari Abdullah bin Yusuf dia berkata: Bercerita kepada kami Malik bin Abdurrahman bin Al Qasim dari ayahnya, dari ‘Aisyah istri nabi SAW, dia berkata : Aku bepergian bersama beliau SAW pada sebaian perjalanan beliau SAW. Sampai kami pada satu tempat Baida’I atau Dzatul Jaisy, beliau memotong tali yang ada padaku, lalu beliau berdiri dengan tongkatnya diikuti oleh para sahabat yang turut serta bepergian. Dan mereka tidak membawa air, kemudia datanglah mereka semua itu kepada Abu Bakar Ash Shidiq RA, lalu mereka bertanya kepada Abu Bakar : “ Anda tidak melihat apa yang telah dilakukan oleh Aisyah ? “. Lalu kemudia Abu Bakar pun mendatanginya, sedangkan Rasul tertunduk memandangi kedua pahaku ( Aisyah ), sungguh beliau tertidur. Ketika kondisi yang demikian, dan orang-orang waktu itu tidak mempunyai air. Abu Bakar pun berkata ; “ kamu telah menahan Rasul sedang orang-orang tidak mempunyai air ?”. Lalu Abu Bakar pun berkata lagi ; “Masya Allah “. Dalam keadaan seperti itu, rasulullah pun terbangun dan menndapati orang-orang tidak memiliki air pada waktu subuh, lalu turnlah ayat tayammum diatas.” ( Fathul Bari Syarh Al Bukhari, kitab Tayammum )

c. Batu, tisu, daun dan sejenisnya
Kertas tissue termasuk benda yang bisa digunakan untuk membersihkan diri dari buang air kecil atau buang air besar. Dalam bahasa fqihnya, menggunakan benda selain air yang digunakan untuk istija` disebut "istijmar".
Memang praktek aslinya dahulu di masa Rasulullah SAW lebih banyak menggunakan batu. Yaitu tiga buah batu yang berbeda yang digunakan untuk membersihkan bekas-bekas yang menempel saat buang air.
Dasarnya adalah hadits Rasulullah SAW :
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah berwitir (menggunakan batu sebanyak bilangan ganjil). Siapa yang melaksanakannya maka dia telah berbuat ihsan dan siapa yang tidak melakukannya tidak ada masalah." (HR. Abu Daud, Ibju Majah, Ahmad, Baihaqi dan Ibnu Hibban)

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila seorang kamu datang ke WC maka bawalah tiga buah batu, karena itu sudah cukup untuk menggantikannya."(HR. Abu Daud, Baihaqi dan Syafi`i).
"Janganlah salah seorang kamu beristinja, kecuali dengan tiga buah batu." (HR. Muslim)
Tentang ketentuan apakah memang mutlak harus tiga batu atau tidak, para ulama sedikit berbeda pendapat. Pertama, kelompok Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa jumlah tiga batu itu bukan kewajiban tetapi hanya mustahab (sunnah). Dan bila tidak sampai tiga kali sudah bersih maka sudah cukup.
Sedangkan kelompok Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah mengatakan wajib tiga kali dan harus suci / bersih. Bila tiga kali masih belum bersih, maka harus diteruskan menjadi empat, lima dan seterusnya.
Sedangkan selain batu, yang bisa digunakan adalah semua benda yang memang memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang disebutkan :
• Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis.
Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.
• Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan pemborosan.
• Benda itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir.
• Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku.
• Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama Al-Hanafiyah membolehkan dengan benda cair lainnya selain air seperti air mawar atau cuka.
• Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi / kotoran binatang tidak diperkenankan.
• Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan penghinaan.
• Bila mengacu kepada ketentuan para ulama, maka kertas tissue termasuk yang bisa digunakan untuk istijmar.

Namun para ulama mengatakan bahwa sebaiknya selain batu atau benda yang memenuhi kriteria, gunakan juga air. Agar isitnja` itu menjadi sempurna dan bersih. Wallahu a’lam bish shawab

DAFTAR PUSTAKA :
- ENSIKLOPEDI MUSLIM, Syaikh Abu bakar Al Jazairi, Darul Falah, Jakarta, 2005
- Fiqhus Sunnah, Sayid Sabiq, Pena Press, Jakarta, 2008.
- www.ibnothaimeen.com
- dll.

Tidak ada komentar: