Rabu, 25 Agustus 2010

PENTINGNYA AKHLAK DALAM MENUNTUT ILMU

Akhlak sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama adalah siptaan bathiniyah seseorang. Manusia itu memiliki dua bentuk ; bentuk lahir dan bentuk bathin. Bentuk lahir adalah ciptaan Allahyang berbentuk badan. Sebagaimana kita ketahui bahwa bentuk lahiriyah ini ada yang bagus dan cantik, ada pula yang buruk dan jelek, bahkan ada pula yang terdapat diantara kedua-duanya. Tetapi semua itu, tetap harus kita syukuri karena Allah telah menciptakan manusia itu dalam sebaik-baik ciptaan.
Demikian pula dengan bentuk bathin, ada yang baik, ada yang buruk dan ada pula yang diantara kedua-duanya. Bentuk bathin manusia inilah yang kemudian kita kenal dengan akhlak.
Jadi akhlak adalah bentuk bathin manusia yang menjadi watak dan sifat seseorang. Disamping sifat bawaan dari lahir, akhlak juga dapat diusahakan. Artinya , disamping seseorang itu diciptakan memiliki akhlak yang baik sejak dia dilahirkan, ia juga dapat memiliki akhlak yang baik dengan cara berlatih, pembiasaan dan mengusahakannnya untuk diterapkan dalam kesehariannya. Karena itulah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Asyaj bin Qais, “ Sungguh , pada dirimu terdapat dua akhlak yang dicintai Allah yakni sabar dan tidak tergesa-gesa.” Lalu dia ( Asyaj ) pun berkata,” Wahai Rasul !, apakah dua akhlak itu hasil usaha saya atau sifat bawaan yang dianugerahkan Allah kepadaku ?” beliau menjawab,” Keduanya merupakan sifat bawaan yang dianugerahkan Allah kepadamu”. ( HR. Muslim, dalam Kitabul Iman )
Paparan yang penulis utarakan diatas, merupakan dalil bahwa akhlak yang baik dapat berupa sifat bawaan dan dapat pula dibentuk. Hanya saja, akhlak yang berasal dari sifat bawaan tentu lebik baik dari pada akhlak hasil bentukan karena akhlak bawaan akan menjadi watak asli dan alami bagi seseorang yang tidak perlu dibiasakan dan dilatih lagi. Maka, itu merupakan karunia Allah yang hanya diberikan kepada orang yang dekehendaki Nya saja. Nah, orang yang tidak dikehendaki untuk memiliki akhlak yang baik secara bawaan dan alami dapt memperolehnya dengan cara membentuknya yaitu dengan melatih dan membiasakannya.
Lalu, ……bagaimanakah proses yang harus dilalui ?
Banyak orang beranggapan dan memahami bahwa akhlak hanyalah berhubungan dengan pergaulan antar manusia, dan tidakmengkaitkan akhlak dengan Allah Yang menciptakan manusia seluruhnya. Maka jika anda masih berpikir demikian , ini pemahaman yang keliru dan tidak benar. Akhlak yang baik dalam Islam, disamping diterapkan dalam hubungan antar makhluk, juga harus diterapkan dalam hubungannya dengan Allah sebagai Al Khaliq. Oleh karenanya sering kita dengar hablumminallah dan hablumminannas.
Lantas,….
Bagaimana akhlak yang baik kepada Allah Sang Pencipta ? Perlu diketahui oleh pembaca sekalian bahwa pendidikan yang kita arungi bersama ini bukan untuk mengejar perkara duniawi semata. Tidaklah ada artinya jika keberhasilan itu hanya dengan ukuran prestasi akademik tinggi apa lagi mencari popularitas. Wal ‘iyadzubillah.
Seorang mukmin wajib hukumnya melandasi seluruh aktifitasnya untuk mendapatkan keridhoan Allah dengan ikhlas, memurnikan orientasi amal hanya untuk akhirat. Sehingga diantara misi pendidikan nabawi adalah meluruskan manusia dari ketergelinciran akidah dan memperbaiki akhlak manusia. Dalam berakhlak kepada Allah, seseorang itu tidak boleh ragu atau bimbang dalam meyakini berita dari Allah Ta’ala karena berita yang berasal dari Allah Ta’ala bersumber dari ilmu, sedang dia adalah Zat yang paling benar ucapannya. Allah berfirman dalam Al Quran surat An Nisa tentang diriNya, yang artinya ,” dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allah ?” ( An Nisa : 87 ).
Pembenaran terhadap berita-berita dari Allah mengharuskan seseorang meyakini, membela, memperjuangkannya dan tidak meragukan sedikitpun atau membuat orang lain ragu tentang berita-berita yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhlak yang baik dalam hal ini adalah tidak boleh ragu, terasa berat, sempit dalam dadanya. Kita harus meyakini bahwa setiap hal yang diberitahukan oleh nabi SAW adalah benar adanya. Kita tidak mungkin dapat membandingkan keadaan akhirat dengan keadaan dunia karena adanya perbedaan yang sangat jauh diantara keduanya. Jika demikia halnya, maka seorang mukmin seharusnya menerima berita dari rasul SAW dengan lapang dada, ikhlas, dan berusaha memahaminya. Inilah beberapa hal yang berkaitan dengan akhlak kepada Allah dan rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika seseorang berakhlak seperti ini, dia akan mampu menolak segala syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang yang membenci ajaran Islam.

Menjaga Ilmu

Sesungguhnya ilmu bagi manusia itu seperti air dan udara, karena air dan udara mampu menjaga adanya kehidupan bagi manusia. Demikian pula ilmu mampu menjaga akal dan agama manusia, membangun perilakunya, meninggikan pemiliknya di akhirat. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat, dan Allah terhadap apa yang kalian kerjakan adalah Maha Mengetahui ( QS. Al Mujadilah : 11 )
Ahlul ilmi yang shahih mereka adalah ahli tauhid sebagai mana firman Allah :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya : Allah bersaksi bahwasanya tiada ilah yang berhak disembah kecuali Dia, dan Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( QS. Ali Imran : 18 )
Dan Allah Ta’ala juga tidak menuntut kepada nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah tuntutan yang melebihi sesuatu apapun kecuali ilmu, sebagaimana firmannya :
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْماً
Artinya : Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. ( QS. Thaha : 114 )
Oleh karena itu, menjaga ilmu termasuk perkara yang sangat penting, disamping itu juga kebutuhan yang sama-sama dibutuhkan oleh para alim dan thalibul ilmi. Sedangkan pada hari ini kebanyakan orang disibukkan dengan membaca daripada menjaga ilmu. Kalaupun dia mampu menyelesaikan berjilid-jilid, pasti ilmu tersebut hilang entah kemana. Dan sungguh kebanyakan orang memahami ilmu yang dibacanya hanya seperempatnya saja. Oleh karenanya dia butuh waktu sampai tiga atau empat kali membacanya secara berturut-turut, sampai dia mampu untuk memahami inti dari isi kitab tersebut. Dan sekiranya dia telah menghafal ushul-nya, niscaya akan niscaya mudah baginya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, bisa memberikan solusi, dan lebih kuat dalam mengungkapkan kandungan-kandungan yang ada didalamnya.
Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin dalam Mandzumah-nya,
وبعدُ فالعلم بحورٌ زاخره لن يبلغ الكادح فيه آخره
لكنَّ في أصوله تسهيـلاً لنيله فاحرص تجد سبيلا
Setelah itu ilmu ibarat lautan
Panoramanya tidak ada ujungnya
Akan tetapi dalam pokok-pokoknya ada kemudahan untuk meraihnya
Maka bersemangatlah niscaya engkau mendapatkan jalan keluar